Beranda | Artikel
Dialog Politik Dan Pemikiran Bersama Syaikh Shalih Bin Ghanim As-Sadlan
Kamis, 30 Oktober 2014

INTI DIALOG POLITIK DAN PEMIKIRAN BERSAMA SYAIKH SHALIH BIN GHANIM AS-SADLAN

DIALOG KETIGA
Bersama Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan.[1]

  • Orang-orang yang berada di atas kebenaran pasti mendapat pertolongan jika mereka bersikap jujur dan mengikhlaskan niat.
  • Sungguh keliru siapa saja yang menunggu atau menghendaki masyarakat yang bersih dari maksiat.
  • Masyarakat Islam generasi pertama juga tidak terlepas dari kekeliruan dan kesalahan.
  • Salah satu petunjuk Muhammad bin Abdillah dan generasi Salaful Ummah adalah bersikap santun kepada pelaku maksiat.
  • Memang benar di sana ada beberapa orang yang bersikap ekstrim dan tidak menempatkan persoalan sesuai porsinya.
  • Salah satu kaidah Dienul Islam yang sangat agung adalah tidak boleh merubah kemungkaran dengan mendatangkan kemungkaran yang lebih besar daripada sebelumnya atau menimbulkan mafsadat yang lebih besar daripada kemungkaran itu sendiri. Memperhatikan dan menyelidiki akibat-akibat buruk yang akan terjadi adalah perkara yang sangat penting. Khususnya di kala fitnah banyak bertebaran di mana-mana.
  • Di sana ada beberapa oknum yang berusaha memanfaatkan orang-orang shalih untuk meraih tujuan dan maksud jelek mereka.
  • Salah satu pedoman Salafus Shalih adalah menghormati ulama dan menghormati orang yang lebih senior.
  • Di sana ada beberapa oknum yang menjuluki ulama dengan sifat-sifat yang tidak layak. Dapat kita pastikan bahwa hal itu tidak patut dilakukan oleh seorang penuntut ilmu, bahkan tidak patut juga dilakukan oleh seorang mukmin. Perbuatan seperti itu biasanya berasal dari orang kafir yang alergi terhadap kebenaran.
  • Saya mengajak para pemuda untuk bersikap tenang dan tidak terburu-buru serta selalu menghormati para ulama mereka. Hendaklah mereka memperhatikan maslahat umum dan memperhatikan akibat dari kalimat yang mereka ucapkan.
  • Masyarakat yang ditegakkan di dalamnya shalat dan syiar-syiar agama lainnya tidak boleh diberi predikat masyarakat jahiliyah. Itu merupakan sikap melampaui batas syar’i.
  • Barangsiapa memberikan predikat jahiliyah terhadap masyarakat Islam dengan maksud menjatuhkan vonis kafir berarti ia memiliki itikad yang buruk dan dikhawatirkan amalannya terhapus.
  • Sikap menjauhkan diri dari masyarakat muslim bukanlah sikap yang benar menurut ajaran Islam.
  • Mayoritas orang-orang yang menjauhkan diri dari masyarakat muslim adalah orang-orang yang dangkal ilmu dan hikmahnya. Sebagaimana mereka juga mengasingkan diri dari masyarakat yang mayoritas atau bahkan seluruh penduduknya kaum muslimin lalu mereka menumpahkan darah kaum muslimin.
  • Memberontak tidak akan dapat mewujudkan maslahat bahkan sebaliknya, dapat menimbulkan kerusakan dan mudharat yang sangat besar terhadap kaum muslimin dan diri para pemberontak itu sendiri.
  • Hancur leburnya dakwah dan landasannya adalah salah satu akibat dari sikap arogan.
  • Kekafiran orang-orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah ada dua jenis. Dalam masalah ini para ahli ilmu telah membuat perinciannya.
  • Berdasarkan realita yang kita hadapi, tindak pemberontakan termasuk kebodohan dan sikap tergesa-gesa yang tidak beralasan sama sekali.
  • Mengaitkan persoalan menegakkan pemerintahan dengan khilafah Islamiyah adalah perkara yang tidak dapat diterima sama sekali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa masa khilafah rasyidah itu adalah tiga puluh tahun.
  • Tidak dibenarkan memberontak penguasa atau hakim yang tidak berhukum dengan hukum Allah namun dia tidak menjerumuskan manusia ke dalam kekufuran serta tidak meyakini terhapusnya syariat. Akan tetapi pemerintah semacam ini wajib diberi nasihat.
  • Nasihat tidaklah dibatasi dengan waktu namun dibatasi dengan kaidah dan metodologi.
  • Termasuk perkara yang perlu diperhatikan oleh para da’i adalah tidak ditempatkannya nasihat pada porsi yang sebenarnya, tidak diperhatikannya tingkatan-tingkatan dalam nasihat serta tidak digunakannya skala prioritas dalam memberi nasihat.
  • Yang merupakan kewajiban ialah mencukupkan diri dengan memberi nasihat, jika nasihat tidak diindahkan maka janganlah mengambil keputusan membangkang atau menyatakannya.
  • Membatasi nasihat dalam jangka waktu sekian tahun merupakan hasil kepicikan berpikir.
  • Membangkang tidak hanya dengan senjata saja. Kadang kala membangkang juga bisa terjadi melalui lisan.
  • Membangkang melalui komentar dan pernyataan provokatif lebih berbahaya karena pembangkangan dengan menggunakan senjata dan tindakan anarki adalah hasil dari komentar dan pernyataan provokatif.
  • Sudah barang tentu membangkang lewat kalimat, memanfaatkan mimbar-mimbar, pena dan kaset yang memprovokasi manusia tanpa dasar syar’i merupakan cikal bakal lahirnya pembangkangan dengan senjata. Saya sangat melarang perkara tersebut.
  • Asumsi bahwasanya cara-cara seperti khutbah-khutbah yang transparan, membeberkan kepada masyarakat luas kejelekan penguasa dan memprovokasi mereka untuk melawan penguasa adalah cara yang efisien dan berguna adalah asumsi yang keliru sangat jauh dari kebenaran. Dan juga bertentangan dengan nash-nash syariat. Sekalipun cara-cara seperti itu tengah digandrungi sekarang ini, yang jelas cara tersebut bertentangan dengan pedoman Islam.
  • Fikrah (pemikiran) revolusioner hanya dimiliki oleh anak-anak muda yang masih hijau dan mentah. Apakah generasi-generasi seperti ini layak dijadikan rujukan?
  • Dalam beberapa hadits disebutkan celaan terhadap orang yang mengambil ilmu dan pemikirannya dari anak-anak muda yang masih hijau dan mentah kemudian meninggalkan alim ulama.
  • Di antara tanda-tanda manhaj yang benar adalah para alim ulama yang saling merekomendasi satu sama lainnya dan kalimat mereka satu.
  • Di antara tanda-tanda ahli bid’ah adalah saling mencaci dan menghina sesama mereka.
  • Maslahat Dienul Islam adalah maslahat umat seluruhnya.
  • Makna kejayaan Dienul Islam itu bukan hanya dengan kemenangan saja.
  • Tidak dibenarkan melakukan tindak kezhaliman terhadap non muslim yang mendapat jaminan keamanan meskipun mereka melakukan beberapa perkara yang melanggar syariat. Kewajiban kita adalah meminta mereka supaya menyembunyikannya (tidak melakukannya terang-terangan). Melakukan tindak aniaya terhadap mereka adalah perbuatan bodoh, jahil dan tidak mengerti syariat Islam.
  • Di negeri-negeri ataupun wilayah yang tidak terdapat kaum Nasrani dan Yahudi di antara penduduknya, tidak diizinkan bagi non muslim untuk mendirikan rumah ibadah di sana. Jika mereka mendirikannya di rumah mereka sendiri dan tidak tampak tanda-tanda rumah ibadah padanya, maka kaum muslimin tidak boleh memata-matai mereka di rumah-rumah atau tempat mereka berkumpul pada hari raya mereka.
  • Apabila dalam satu negeri kaum Nasrani dan Yahudi terhitung bagian dari penduduknya, maka kaum muslimin tidak boleh mendatangi tempat-tempat ibadah mereka untuk menekan mereka. Tindakan seperti itu jelas bertentangan dengan syariat.

Inti Dialog Bersama Syaikh Shalih Bin Ghanim As-Sadlan

  1. Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan –beliau adalah guru besar di kuliah Syariat di Riyadh- menegaskan bahwa pergulatan antara haq dan batil adalah sunnah kauniyah yang akan tetap berlangsung hingga akhir zaman. Beliau menjelaskan bahwa orang-orang yang berada di atas kebenaran akan mendapat pertolongan dari Allah jika mereka senantiasa bersikap jujur dan mengikhlaskan niat. Akan tetapi jika di antara sesama mereka saling berlepas diri dan berpecah belah serta tidak saling memahami, sudah pasti perpecahan akan bertambah melebar dan perselisihan akan semakin meruncing di antara mereka maka kekalahan segera menunggu mereka. Dari sisi ini Fadhilatusy Syaikh memandang bahwa siapa saja yang berhasrat melihat masyarakat yang bersih dari kesalahan dan kerusakan, masyarakat yang berada di atas satu kebenaran maka ia telah keliru karena perkara tersebut sangat mustahil dan bertentangan dengan sunnatullah yaitu peperangan antara haq dan batil akan terus berlangsung. Yang mana dengan hal itu akan jelaslah siapa saja yang membela agama-Nya dan agar orang yang hidup itu hidup dengan keterangan yang nyata pula.
  2. Beliau menjelaskan bahwa di kalangan masyarakat Islam generasi pertama juga ditemukan kesalahan dan kemungkaran serta ditegakkan hudud (hukuman) ketika itu. Hal ini menegaskan bahwa tidak mungkin menciptakan masyarakat yang bersih seratus persen.
  3. Beliau juga menjelaskan tentang peran ulama dalam masalah ini. Yaitu menegakkan kewajiban dakwah kepada jalan Allah di atas dasar ilmu. Membimbing umat manusia di atas pelita ilmu serta bersikap santun terhadap pelaku dosa.
  4. Beliau juga menerangkan pedoman Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah kecintaan dan kebencian. Beliau mengecam sebagian da’i dan penuntut ilmu yang terburu-buru bersikap dalam masalah ini. Dalam hal ini mereka tidak menempatkan permasalahan sesuai dengan porsinya, tidak menyelidiki persoalan dan menimbang baik buruknya. Beliau menegaskan bahwa sekalipun mereka hanya segelintir orang saja, namun mereka telah membawa karakter-karakter yang tidak terpuji bagi seorang da’i dan penuntut ilmu.
  5. Beliau menekankan pentingnya mengecek kebenaran berita dan maklumat yang beredar. Beliau sangat mengecam orang-orang yang terpicu oleh berita-berita bohong dan menjadikannya sebagai referensi setiap pembicaraan dan khutbah-khutbahnya.
  6. Beliau menegaskan bahwa memprovokasi masyarakat adalah tindakan yang tidak Islami dan bertentangan dengan nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah dan juga bertentangan dengan manhaj Salaf. Beliau menjelaskan bahwa setiap muslim atau da’i wajib memperhatikan kaidah-kaidah syar’i dalam memberi nasihat. Mereka tidak boleh melanggar kaidah-kaidah tersebut meskipun nasihat mereka tidak diacuhkan. Perlu mereka ingat bahwa kewajiban mereka hanyalah memberi nasihat dan terus memberi nasihat jangan bosan dan jemu.
  7. Beliau juga menjelaskan bahwa ada beberapa rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar dalam memberi nasihat. Ada beberapa metode dan cara yang harus diperhatikan. Bagi yang memperhatikan kondisi para da’i maka ia pasti mengetahui bahwa metode dan cara dakwah yang berkembang sekarang ini kurang efektif.
  8. Beliau menekankan pentingnya melangkah step by step dalam menyelesaikan segala perkara. Cara seperti itu merupakan asas dasar syariat Islam. Kenyataannya cara seperti ini telah ditinggalkan dalam beramar ma’ruf nahi mungkar. Ini merupakan akibat sikap terburu-buru, dangkalnya ilmu dan pemahaman dalam agama.
  9. Beliau juga menjelaskan bahwa Dienul Islam datang dengan membawa kaidah-kaidah yang sangat agung yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah tidak dibolehkan merubah kemungkaran dengan mendatangkan kemungkaran yang lebih parah dari sebelumnya dan jangan sampai proses merubah kemungkaran itu menimbulkan mafsadat yang lebih besar lagi. Sebab Dien yang mulia ini diturunkan untuk mendatangkan maslahat bagi umat manusia dan menolak mafsadat.
  10. Beliau juga menekankan pentingnya mewaspadai makar dan tipu daya musuh-musuh Islam yang menggunakan orang-orang shalih dan baik-baik sebagai jerat-jerat mereka.
  11. Beliau mengajak umat ini agar berjalan di atas manhaj Salafus Shalih, menghormati ulama dan orang-orang yang senior di antara mereka. Hingga sekalipun seseorang merasa maslahat yang dikatakannya lebih besar dari maslahat yang dikatakan oleh ulama.
  12. Beliau sangat memperingatkan besarnya bahaya melecehkan ulama dan menggelari mereka dengan julukan-julukan yang tidak pantas. Beliau menegaskan bahwa seorang penuntut ilmu bahkan juga seorang mukmin tidak mungkin melakukannya. Perbuatan seperti itu hanya mungkin dilakukan oleh orang kafir yang alergi terhadap kebenaran.
  13. Beliau menegaskan sekalipun sebagian perbuatan yang terjadi di tengah masyarakat boleh disifatkan sebagai perbuatan jahiliyah, namun secara umum tidak boleh menggunakan istilah jahiliyah itu terhadap masyarakat yang masih menegakkan shalat dan syiar-syiar Islam. Beliau mengecam penggunaan istilah jahiliyah terhadap masyarakat muslim dengan maksud menjatuhkan vonis kafir terhadap masyarakat tersebut. Beliau mengkhawatirkan amalan orang yang melakukannya akan terhapus.
  14. Beliau menjelaskan bahwa menjauhkan diri dari masyarakat Islam sekarang ini bukanlah pedoman Dienul Islam. Beliau menjelaskan bahwa mayoritas orang-orang yang melakukan cara-cara seperti itu adalah orang-orang yang dangkal ilmu dan pemahamannya.
  15. Mengaitkan persoalan menegakkan pemerintahan dengan khilafah Islamiyah adalah perkara yang tidak benar sama sekali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa masa khilafah rasyidah ialah tiga puluh tahun. Beliau menjelaskan bahwa standar syar’i yang dipegang Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah memberikan keterangan yang jelas mengenai masalah ini.
  16. Beliau juga menjelaskan bahwa tidaklah dibenarkan memberontak penguasa atau hakim yang tidak berhukum dengan hukum Allah namun dia tidak menjerumuskan manusia dalam kekufuran serta tidak meyakini terhapusnya syariat.
  17. Beliau juga menjelaskan bahwa dalam masalah pengkafiran penguasa atau hakim yang tidak berhukum dengan hukum Allah terdapat perincian yang telah diurai oleh alim ulama. Tidak boleh menjatuhkan vonis sembarangan dalam masalah ini.
  18. Beliau memperingatkan besarnya bahaya komentar dan pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang penuntut ilmu. Beliau juga memperingatkan bahaya pembangkangan lewat kalimat (komentar dan pernyataan). Dari situ dapat diketahui bahwa pembangkangan bukan hanya dengan mengangkat senjata saja, bahkan dapat juga melalui lisan. Beliau menegaskan bahwa pembangkangan lewat lisan lebih berbahaya daripada pembangkangan dengan senjata, karena dapat membangkitkan emosional massa dan mendorong mereka memberontak dengan senjata.
  19. Beliau menjelaskan pemikiran revolusioner hanya dimiliki oleh anak-anak muda. Mereka bukanlah tempat rujukan bagi umat ini. Dalam beberapa hadits telah disebutkan celaan terhadap orang yang mengambil ilmunya dari anak-anak muda yang masih hijau dan mentah serta meninggalkan para ulama.
  20. Beliau menegaskan bahwa maslahat Islam juga merupakan maslahat umat seluruhnya. Dan makna kejayaan Dienul Islam itu bukan hanya dengan kemenangan saja. Hal ini beliau ungkapkan sebagai bantahan terhadap orang yang menganggap remeh maslahat umum.
  21. Beliau menekankan tidak dibenarkannya melakukan tindak kezhaliman terhadap non muslim yang mendapat jaminan keamanan meskipun mereka melakukan beberapa perkara yang melanggar syariat. Kewajiban kita adalah meminta mereka supaya menyembunyikannya (tidak melakukannya terang-terangan). Melakukan tindak aniaya terhadap mereka adalah perbuatan bodoh, jahil dan tidak mengerti syariat Islam.
  22. Beliau juga menjelaskan bahwa di negeri-negeri ataupun wilayah yang tidak terdapat kaum Nasrani dan Yahudi di antara penduduknya, tidak diizinkan bagi non muslim untuk mendirikan rumah ibadah di sana. Jika mereka mendirikannya di rumah mereka sendiri dan tidak tampak tanda-tanda rumah ibadah padanya, maka kaum muslimin tidak boleh memata-matai mereka di rumah-rumah atau tempat mereka berkumpul pada hari raya mereka. Adapun negeri yang mana kaum Nasrani dan Yahudi terhitung bagian dari penduduknya, maka kaum muslimin tidak boleh mendatangi tempat-tempat ibadah mereka untuk menekan mereka. Namun hendaknya kita mendakwahi mereka dengan cara yang terbaik.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan adalah sebagai berikut :

[Disalin dari kitab Muraja’att fi Fiqhil Waqi’ As-Siyasi wal Fikri ‘ala Dhauil Kitabi wa Sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur’an & As-Sunnah, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad Ar-Rifai. Penerbit Darul Haq – Jakarta, Penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]
_______
Footnote
[1]. Silakan lihat majalah Asy-Syarq Al-Ausath edisi XX/5321 (23/6/1993)


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3998-dialog-politik-dan-pemikiran-bersama-syaikh-shalih-bin-ghanim-as-sadlan.html